Loading...
Cerpen: Pengakuan Thomas

Cerpen: Pengakuan Thomas

  • 26 Apr 2025
  • Renungan

Suara tetes air di atap seng menjadi alunan musik alami yang menenangkan. Ya..Hari itu, hujan turun rintik-rintik di desa kecil tempat tinggal Oma Lydia. Di bangku kayu tua dekat jendela, ia duduk tenang dengan rosario di tangan, memandangi halaman yang basah oleh gerimis.Ia baru saja selesai membaca Injil hari ini dan hatinya dipenuhi rasa syukur atas kasih Tuhan yang tak pernah lelah menanti manusia kembali kepada-Nya.

Tak lama kemudian, pintu rumah terbuka dan suara langkah kecil terdengar berlari-lari. Mika, cucu kesayangannya, yang duduk di kelas XII, masuk sambil melepaskan sepatunya yang basah.

“Omaku sayang!” seru Mika ceria sambil menggantungkan tas di kursi. “Hari ini ada pelajaran agama dan kami belajar tentang Tomas yang meragukan Yesus!”

Oma Lydia menoleh, senyumnya merekah seperti matahari yang menembus awan. “Tomas yang meragukan... lalu apa yang kamu pelajari dari dia?”

Mika duduk bersila di lantai, dekat kaki Oma. Wajahnya bersinar penuh semangat. “Katanya, Tomas tidak percaya kalau Yesus sudah bangkit sampai dia melihat dan menyentuh luka-Nya. Tapi begitu dia melihat, dia langsung bilang, ‘Tuhanku dan Allahku!’ Katanya itu iman, Oma!”

Oma tertawa kecil. “Ya,” gumamnya pelan, “Iman sering dimulai dari keraguan. Sama seperti kamu waktu kecil ragu kalau aku bisa membuat kue bolu terenak di dunia.”

Mika tergelak. “Iya! Tapi setelah mencicipinya, aku percaya sepenuhnya!”

“Tepat sekali.” Oma tersenyum sambil mengelus kepala cucunya. “Tuhan tak menolak keraguan kita. Dia malah datang, menunjukkan kasih-Nya, seperti kepada Tomas. Dan tahukah kamu, saat itu juga Yesus memberikan kuasa kepada para rasul untuk mengampuni dosa. Itulah asal mula Sakramen Tobat—sebuah hadiah dari Kerahiman Ilahi.”

Mika menunduk, wajahnya menjadi serius. “Oma, aku kadang merasa tidak pantas ke gereja. Aku suka berbohong ke Mama, kadang malas berdoa, kadang lupa ucap syukur...”

Oma menggenggam tangan kecil Mika. “Mika, Tuhan tahu kita tidak sempurna. Tapi justru karena itu, Dia memberikan jalan untuk kembali. Sakramen Tobat bukan untuk orang yang tidak pernah salah, tapi untuk mereka yang sadar dan mau kembali.”

Mika menatap Oma dalam-dalam. “Jadi Tuhan tidak marah?”

“Tidak, sayang. Tuhan itu Bapa yang penuh kasih. Ia seperti ayah dalam perumpamaan anak yang hilang. Ia berlari menyambut anak yang pulang, memeluk dan memaafkannya tanpa syarat.”

Hujan masih turun, tapi lebih lembut. Suara burung terdengar dari kejauhan, seolah ikut menyimak percakapan mereka.

“Oma,” tanya Mika lirih, “kalau aku mau punya iman seperti Tomas, harus gimana?”

Oma tersenyum dan mengangguk. “Pertanyaan yang bagus. Pertama, kenalilah Yesus lebih dalam dengan membaca Kitab Suci setiap hari. Jangan hanya membaca, tapi renungkan dan ajak Yesus berbicara dalam hatimu.”

Mika mengangguk pelan.

“Kedua,” lanjut Oma, “berdoalah. Baik sendiri maupun bersama orang lain. Doa adalah nafas iman. Tanpa doa, iman bisa layu.”

Mika mencatat dalam pikirannya.

“Dan ketiga, datanglah kepada Yesus dalam Sakramen. Mengaku dosa dan menyambut Ekaristi secara teratur akan memperbarui hidup rohanimu. Seperti tanaman yang disiram, imanmu akan tumbuh dan kuat.”

Mika berpikir sejenak. “Tapi... kadang aku lupa atau malas.”

Oma tertawa pelan. “Kita semua begitu, sayang. Tapi jangan menyerah. Iman bukan soal selalu sempurna, tapi soal selalu kembali.”

Setelah hening beberapa saat, Mika bertanya, “Kalau sudah beriman, apa itu cukup?”

Oma menghela napas pelan. “Tidak berhenti di situ. Kalau kita sungguh beriman, kasih akan tumbuh dalam hati. Dan kasih itu akan mendorong kita untuk bertindak. Kita jadi lebih peduli, lebih murah hati, dan siap melayani.”

Mika mengingat sesuatu. “Oma, tadi Bu Guru cerita tentang Bunda Teresa. Katanya, ‘Kalau kita berdoa, kita akan percaya. Kalau kita percaya, kita akan mengasihi. Kalau kita mengasihi, kita akan melayani.’ Itu benar ya, Oma?”

“Benar sekali. Bunda Teresa mengajarkan bahwa kasih kepada Allah itu nyata lewat pelayanan kepada sesama, terutama mereka yang menderita.”

Matahari sore mulai menembus jendela. Hujan telah reda. Aroma tanah basah memenuhi ruangan. Mika berdiri perlahan, lalu memeluk Oma erat.

“Oma,” bisiknya, “minggu ini aku mau ke gereja dan mengaku dosa. Aku mau memulai lagi. Aku mau belajar percaya seperti Tomas.”

Oma membalas pelukan itu dengan lembut. Matanya berkaca-kaca, bukan karena sedih, tapi karena bahagia melihat iman kecil mulai tumbuh di hati cucunya.

“Itulah langkah pertama dari iman yang hidup, sayang. Tuhan pasti tersenyum melihatmu.”

Di kejauhan, lonceng gereja berdentang. Angin membawa suara itu masuk ke rumah, seperti panggilan lembut dari Tuhan yang selalu menanti, selalu mengampuni, dan selalu mengasihi.

 

Cijantung,  Minggu Divine Mercy

Hallo, ada yang bisa dibantu?